Bagaimanakah cara berpikir nabi sehingga pikirannya tidak kebablasan dan menjadi kufur ?
Dari berbagai macam firqoh yang ada, setidaknya dapat ditarik menjadi dua kutub besar yang sering kali saling berhadap-hadapan: Islam puritan dan Islam moderat. Yang menarik, kaum puritan yang sering kali mengklaim diri sebagai modernis—sangat berambisi untuk “menyelamatkan” umat muslim dari “ketersesatan” dengan kembali pada tradisi kenabian. Mereka giat melakukan propaganda agar umat Islam kembali menjadikan Nabi Muhammad sebagai panutan. Mereka mengecam taklid terhadap madzhab dan mengajak umat kepada sumber pokok hukum Islam: Al-Qur’an dan hadits.
Yang menjadi kegelisahan kemudian adalah ketika Al-Qur’an dan hadits digunakan dengan serampangan dan membabi buta, sedangkan perbuatan meniru nabi dan para sahabat dilakukan dengan letterlijk dan tanpa ukuran. Tak heran jika mereka lebih senang memanjangkan jenggot daripada meneliti sikap keseharian dan akhlak nabi, atau sikap toleran dan penghormatan nabi kepada orang yang berbeda pendapat maupun keyakinan. Dan, kalaupun usaha-usaha yang lebih serius tersebut dilakukan, kerap kali—sekali lagi mereka terjebak dalam kungkungan teks-teks turâts yang mati, tidak menafsirkannya dengan konteks yang ada. Atau terpenjara dalam kotak-kotak shahîh dan dha’if, hasan, dan maudhu’ …
Sementara itu, di antara kalangan muslim moderat, terdapat kecenderungan lain yang tak kalah menggelisahkan. Yakni, munculnya pemikir-pemikir bebas yang kadang terkesan asal-asalan, hanya mencari sensasi, asal berbeda dengan status quo, atau terkesan tanpa dasar pengetahuan yang kuat.
Terlepas dari perdebatan dua kubu tersebut, buku ini ingin mengajukan gagasan yang mungkin selama ini luput dari perhatian kita semua. Yakni, tentang cara pikir nabi. Bagaimanakah cara nabi berpikir sehingga ia dapat memberikan jawaban yang berbeda untuk pertanyaan yang sama ketika pertanyaan tersebut dilemparkan oleh dua orang yang berbeda karakter? Bagaimana jalan pikir nabi sehingga suatu kali ia bersabda begini dan di kali lain bersabda begitu? Bagaimana ide-ide cemerlang meloncat dalam pikiran nabi sedemikian hingga dalam waktu kurang dari seperempat abad sudah berhasil meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi kecemerlangan peradaban Islam? Bagaimanakah cara nabi berpikir sehingga pikirannya tidak kebablasan dan menjadi kufur, misalnya?
Mungkin sebagian pembaca bertanya, apa benar nabi berpikir? Bukankah nabi selalu mendapatkan bisikan gaib dari Tuhannya? Bukankah kata-kata yang diucapkan oleh nabi merepresentasikan wahyu yang diterimanya? Tentu saja, Faoz Noor penulis buku ini telah menjawab pertanyaan-pertanyaan itu terlebih dahulu sebelum menguraikan panjang lebar bagaimana cara berpikir seperti nabi.
Download Ebook PDF Bepikir seperti Nabi Karya Fauz Noor
0 Comments